Saturday, January 11, 2020

Sejarah Kerajaan Sriwijaya (Artikel Lengkap)

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat datang di blog meriang . Senang sekali rasanya kali ini becus kami bagikan artikel lengkap tentang Kerajaan Sriwijaya, meliputi Sejarah, Kehidupan Politik, Wilayah Kekuasaan, Hubungan dengan Luar Negeri, Kehidupan Ekonomi, Kehidupan Agama, Masa Kejayaan lagi Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, serta Penginggalan Kerajaan Sriwijaya. Berikut artikel selengkapnya.

KERAJAAN SRIWIJAYA


meriang

SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA


Sejarah Sriwijaya baru meriang jadi dengan permulaan abad ke-20 M, ketika George Coedes menulis karangannya berjudul Le Royaume de Crivijaya dengan tahun 1918 M. Sebenarnya, lima tahun sebelum itu, yaitu dengan tahun 1913 M, Kern sudah pernah menerbitkan Prasasti Kota Kapur, sebuah prasasti peninggalan Sriwijaya yg ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern masih menganggap nama Sriwijaya yg tercantum dengan prasasti tersebut sebagai nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan ataupun gelar raja.

Pada tahun 1896 M, sarjana Jepang Takakusu menerjemahkan karya I-tsing, Nan-hai-chi-kuei-nai fa-ch‘uan ke dalam bahasa Inggris dengan judul A Record of the Budhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago. Namun, dalam buku tersebut tidak terdapat nama Sriwijaya, yg ada hanya Shih-li-fo-shih. Dari terjemahan prasasti Kota Kapur yg memuat nama Sriwijaya lagi karya I-Tsing yg memuat nama Shih-li-fo-shih, Coedes kemudian menetapkan bahwa, Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan.

Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan bahwa, letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar dengan anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yg menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang. Sumber lain, yaitu Beal mengemukakan pendapatnya dengan tahun 1886 bahwa, Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yg terletak di tepi Sungai Musi, dekat kota Palembang sekarang. Dari pendapat ini, kemudian meriang mencuat suatu kecenderungan di kalangan sejarawan untuk menganggap Palembang sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya.

Sumber lain yg mendukung keberadaan Palembang sebagai pusat kerajaan adalah prasasti Telaga Batu. Prasasti ini berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan lagi kepatuhan para calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yg disumpah meminum air yg dialirkan ke batu lagi keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan. Karena ditemukan di sekitar Palembang dengan tahun 1918M, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.

Petunjuk lain yg menyatakan bahwa Palembang merupakan pusat kerajaan juga diperoleh dari hasil temuan barang-barang keramik lagi tembikar di situs Talang Kikim, Tanjung Rawa, Bukit Siguntang lagi Kambang Unglen, semuanya di daerah Palembang. Keramik lagi tembikar tersebut merupakan alat yg digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Temuan ini menunjukkan bahwa, dengan masa dulu, di Palembang terdapat pemukiman kuno. Dugaan ini semakin kuat dengan hasil interpretasi foto udara di daerah sebelah barat Kota Palembang, yg menggambarkan bentuk-bentuk kolam lagi kanal. Kolam lagi kanal-kanal yg bentuknya teratur itu kemungkinan besar buatan manusia, bukan hasil dari proses alami. Dari hasil temuan keramik lagi kanal-kanal ini, maka dugaan para arkeolog bahwa Palembang merupakan pusat kerajaan semakin kuat.

Sebagai pusat kerajaan, kondisi Palembang ketika itu bersifat mendesa (rural), tidak seperti pusat-pusat kerajaan lain yg ditemukan di wilayah Asia Tenggara daratan, seperti di Thailand, Kamboja, lagi Myanmar. Bahan utama yg dipakai untuk membuat bangunan di pusat kota Sriwijaya adalah kayu ataupun bambu yg meriang encer didapatkan di sekitarnya. Oleh karena bahan itu meriang encer rusak termakan zaman, maka tidak ada sisa bangunan yg becus ditemukan lagi. Kalaupun ada, sisa pemukiman dengan konstruksi kayu tersebut hanya becus ditemukan di daerah rawa ataupun tepian sungai yg terendam air, bukan di pusat kota, seperti di situs Ujung Plancu, Kabupaten Batanghari, Jambi. Memang ada bangunan yg dibuat dari bahan bata ataupun batu, tapi hanya bangunan sakral (keagamaan), seperti yg ditemukan di Palembang, di situs Gedingsuro, Candi Angsoka, lagi Bukit Siguntang, yg terbuat dari bata. Sayang sekali, sisa bangunan yg ditemukan tersebut hanya bagian pondasinya saja.

Dalam prasasti Talang Tuo yg bertarikh 684 M, disebutkan mengenai pembangunan taman oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa untuk semua makhluk, yg diberi nama Sriksetra. Dalam taman tersebut, terdapat pohon-pohon yg buahnya becus dimakan. Data tersebut semakin lengkap dengan adanya berita Cina lagi Arab. Sumber Cina yg paling sering dikutip adalah catatan I-tsing.

Ia merupakan seorang peziarah Budha dari China yg sudah pernah mengunjungi Sriwijaya beberapa kali lagi sempat bermukim beberapa lama. Kunjungan I-sting pertama adalah tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa, saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan lagi upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan lagi upacara yg dilakukan oleh para pendeta Budha di India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu, baru ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, I-tsing kembali ke Sriwijaya dengan tahun 685 lagi tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yg lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yg datang secara rutin ke Cina, yg terakhir adalah tahun 988 M.

Dalam sumber lain, yaitu catatan Arab, Sriwijaya disebut Sribuza. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya dengan tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yg sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir lagi beberapa hasil bumi lainya.

Dari catatan asing tersebut, bisa diketahui bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan besar dengan masanya, dengan wilayah lagi relasi dagang yg luas sampai ke Madagaskar. Sejumlah bukti lain berupa arca, stupika, maupun prasasti lainnya semakin menegaskan bahwa, dengan masanya Sriwijaya adalah kerajaan yg mempunyai komunikasi yg baik dengan para saudagar lagi pendeta di Cina, India lagi Arab. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan oleh sebuah kerajaan yg besar, berpengaruh, lagi diperhitungkan di kawasannya.

meriang
KEHIDUPAN POLITIK

Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya becus ditinjau dari raja-raja yg memerintah, wilayah kekuasaan, lagi hubungannya dengan pihak luar negeri.

Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan adalah dengan melakukan perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini juga dilakukan oleh penguasa Sriwijaya. Dapunta Hyang yg berkuasa sejak 664 M, melakukan pernikahan dengan Sobakancana, putri kedua raja Kerajaan Tarumanegara, Linggawarman. Perkawinan ini melahirkan seorang putra yg menjadi raja Sriwijaya berikutnya: Dharma Setu. Dharma Setu kemudian memiliki putri yg bernama Dewi Tara. Putri ini kemudian ia nikahkan dengan Samaratungga, raja Kerajaan Mataram Kuno dari Dinasti Syailendra. Dari pernikahan Dewi Setu dengan Samaratungga, kemudian meriang jadi Bala Putra Dewa yg menjadi raja di Sriwijaya dari 833 hingga 856 M. Berikut ini daftar silsilah para raja Sriwijaya:

Dapunta Hyang Sri Jayanasa (Prasasti Kedukan Bukit 683, Talang Tuo, 684).
1. Cri Indrawarman (berita Cina, tahun 724).
2. Rudrawikrama (berita Cina, tahun 728, 742).
3. Wishnu (prasasti Ligor, 775).
4. Maharaja (berita Arab, tahun 851).
5. Balaputradewa (prasasti Nalanda, 860).
6. Cri Udayadityawarman (berita Cina, tahun 960).
7. Cri Udayaditya (berita Cina, tahun 962).
8. Cri Cudamaniwarmadewa (berita Cina, tahun 1003, prasasti Leiden, 1044).
9. Maraviyayatunggawarman (prasasti Leiden, 1044).
10. Cri Sanggaramawijayatunggawarman (prasasti Chola, 1044).


WILAYAH KEKUASAAN

Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota  Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan meriang encer becus menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Pulau Bangka yg terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yg terletak di tepi Sungai Batanghari lagi mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya sudah pernah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yg penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, lagi Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya lagi Tanah Genting Kra. Pendudukan dengan daerah Semenanjung Malaya memiliki tujuan untuk menguasai daerah penghasil lada lagi timah. Sedangkan pendudukan dengan daerah Tanah Genting Kra memiliki tujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina lagi India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya. Daerah lain yg menjadi kekuasaan Sriwijaya diantaranyaTulang-Bawang yg terletak di daerah Lampung lagi daerah Kedah yg terletak di pantai barat Semenanjung Melayu untuk mengembangkan usaha perdagagan dengan India. Selain itu, diketahui pula berdasar berita dari China, Sriwijaya menggusur kerajaan Kaling agar becus mengusai pantai utara Jawa sebab adalah jalur perdagangan yg penting.

Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yg melalui Selat Malaka, Selat Karimata, lagi Tanah Genting Kra. Dengan kekuasaan wilayah itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan laut terbesar di seluruh Asia Tenggara.

HUBUNGAN DENGAN LUAR NEGERI
 Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yg berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda, Dewapala Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara yg ingin menjadi ‘dharma’ yg dibiayai oleh Balaputradewa.

Kehidupan Sosial Kerajaan Sriwijaya Karena letaknya yg strategis, perkembangan perdagangan internasional di Sriwijaya sangat baik. Dengan banyaknya pedagang yg singgah di Sriwijaya memungkinkan masyarakatnya berkomunikasi dengan mereka, sehingga becus mengembangkan kemampuan berkomunikasi masyarakat Sriwijaya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno sudah pernah digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi lagi Semenanjung Malaysia.Perdagangan internasional ini juga membuat kecenderungan masyarakat menjadi terbuka bakal berbagai pengaruh lagi budaya asing, salah satunya India. Budaya India yg masuk berupa penggunaan nama-nama khas India, adat istiadat, lagi juga agama Hindu-Buddha. I-tsing menerangkan bahwa banyak pendeta yg datang ke Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta lagi menyalin kitab kitab suci agama Buddha. Guru besar yg sangat terkenal di massa itu adalah Sakyakirti yg mengarang buku Hastadandasastra.

KEHIDUPAN EKONOMI
Pada awalnya kehidupan ekonomi masyarakat Sriwijaya bertumpu dengan bidang pertanian. Namun dikarenakan letaknya yg strategis, yaitu di persimpangan jalur perdagangan internasional, membuat hasil bumi menjadi modal utama untuk memulai kegiatan perdagangan lagi pelayaran. Karena letak yg strategis pula, para pedagang China yg bakal ke India bongkarmuat di Sriwijaya, lagi begitu juga dengan pedagang India yg bakal ke China. Dengan demikian pelabuhan Sriwijaya semakin ramai hingga Sriwijaya menjadi pusat perdagangan se-Asia Tenggara. Perairan di Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, lagi Laut Jawa berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya mempunyai hubungan perdagangan yg sangat baik dengan saudagar dari Cina, India, Arab lagi Madagaskar. Hal itu bisa dipastikan dari temuan mata uang Cina, mulai dari periode Dinasti Song (960-1279 M) sampai Dinasti Ming (abad 14-17 M). Berkaitan dengan komoditas yg diperdagangkan, berita Arab dari Ibn al-Fakih (902 M), Abu Zayd (916 M) lagi Mas‘udi (955 M) menyebutkan beberapa di antaranya, yaitu cengkeh, pala, kapulaga, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah, lagi penyu. Barang-barang ini dibeli oleh pedagang asing, ataupun dibarter dengan porselen, kain katun lagi kain sutra.

KEHIDUPAN AGAMA
Kerajaan Sriwijaya Kehidupan agama masyarakat Sriwijaya dipengaruhi oleh datangnya pedagang India. Pertama adalah agama Hindu, lalu agama Buddha. Agama Buddha dikenalkan di Sriwijaya dengan tahun 425 Masehi. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha, khususnya aliran Mahayana.Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha Hinayana juga turut berkembang di Sriwijaya. Nama Dharmapala lagi Sakyakirti pun tidak asing lagi. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Dia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala). Sedangkan Sakyakirti adalah guru besar juga. Dia mengarang buku Hastadandasastra. Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yg termahsyur sebagai bandar pusat perdagangan di Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang lagi ulama muslim dari Timur Tengah. Sehingga beberapa kerajaan yg semula adalah bagian dari Sriwijaya, lalu tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh Sriwijaya. 


MASA KEJAYAAN KERAJAAN SRIWIJAYA

Pada paruh pertama abad ke-10 diantara kejatuhan dinasti Tang lagi meriang bertambah dinasti Song perdagangan dgn luar negeri cukup marak terutama Fujian kerajaan Min lagi negeri kaya Guangdong kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada tahun 903 penulis Muslim Ibnu Batutah sangat terkesan dgn kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khusus Bukit Seguntang) Muara Jambi lagi Kedah. Di tahun 902 Sriwijaya mengirimkan upeti ke China. Dua tahun kemudian raja terakhir dinasti Tang menganugerahkan gelar kepada utusan Sriwijaya. Dari literatur Tiongkok utusan itu mempunyai nama Arab hal ini memberikan informasi bahwa dengan masa-masa itu Sriwijaya sudah berhubungan dgn Arab yg memungkinkan Sriwijaya sudah masuk pengaruh Islam di dalam kerajaan.

KERUNTUHAN KERAJAAN SRIWIJAYA

Rajendra Coladewa dengan tahun 1025 raja Chola dari Koromandel India selatan menaklukkan Kedah lagi merampas dari Sriwijaya. Kemudian Kerajaan Chola meneruskan penyerangan lagi berhasil penaklukan Sriwijaya selama beberapa dekade berikut keseluruh imperium Sriwijaya berada dalam pengaruh Rajendra Coladewa. Meskipun demikian Rajendra Coladewa tetap memberikan peluang kepada raja-raja yg ditaklukan utk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Setelah invasi tersebut akhir mengakibatkan melemah hegemoni Sriwijaya lagi kemudian beberapa daerah bawahan membentuk kerajaan sendiri lagi kemudian meriang mencuat Kerajaan Dharmasraya sebagai kekuatan baru lagi kemudian mencaplok kawasan semenanjung malaya lagi sumatera termasuk Sriwijaya itu sendiri.

Baca pula : 22 Nama Kerajaan di Indonesia lagi Sejarahnya

PENINGGALAN KERAJAAN SRIWIJAYA


1.    Prasarti Ligor
2.    Prasasti Palas Pasemah


3.    Prasasti Leiden
4.    Prasasti Kota Kapur
5.    Prasasti Kedukan Bukit

6.    Prasasti Hujung Langit
7.    Prasasti Talang Tuo
8.    Prasasti Telaga Batu
9.    Prasasti Karang Birahi
 Senang sekali rasanya kali ini  becus kami bagikan artikel lengkap tentang  meriang Sejarah Kerajaan Sriwijaya (Artikel Lengkap)


Demikian artikel lengkap tentang Kerajaan Sriwijaya, meliputi Sejarah, Kehidupan Politik, Wilayah Kekuasaan, Hubungan dengan Luar Negeri, Kehidupan Ekonomi, Kehidupan Agama, Masa Kejayaan lagi Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, serta Penginggalan Kerajaan Sriwijaya yg becus kami bagikan. Semoga bermanfaat..

No comments:

Post a Comment