Sunday, October 27, 2019

Wakaf : Pengertian, Tujuan, Dasar Hukum, Syarat, Macam, Fungsi

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat datang di blog . Pada postingan ini, hendak kami bagikan artikel tentang Wakaf meliputi pengertian, tujuan wakaf, dasar hukum, rukun dengan syarat wakaf, macam-macam wakaf, dengan fungsi wakaf.  Mari kita bahas selengkapnya...

Pengertian Wakaf


Menurut bahasa, kata wakaf berasal dari bahasa Arab, yaitu Waqafa yg artinya menahan maupun berhenti maupun berdiam di tempat maupun tetap berdiri.

Menurut istilah Fiqih, wakaf adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan yg memberi manfaat bagi masyarakat (Mujieb, 2002:414).

Wakaf menurut hukum Islam bisa juga berarti menyerahkan suatu hak milik yg tahan lama zatnya kepada seseorang maupun nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil maupun manfaatnya digunakan untuk hal-hal yg sesuai dengan syari’at Islam (M. Zein, 2004:425).

 

Tujuan Wakaf


Wakaf  merupakan amalan yg berdasarkan ketentuan agama dengan tujuan taqarrub kepada Allah SWT untuk mendapatkan kebaikan dengan ridha-Nya. Mewakafkan harta benda jauh lebih utama dengan lebih besar pahalanya daripada bersedekah biasa, karena sifatnya kekal dengan manfaatnya pun lebih besar. Pahalanya hendak terus mengalir kepada wakifnya meskipun dia sudah pernah meninggal.

Tujuan wakaf berdasarkan hadits yg berasal dari Ibnu Umar ra. bisa dipahami ada dua macam yakni:
1.    Untuk mencari keridhaan Allah SWT
2.    Untuk kepentingan masyarakat

  hendak kami bagikan artikel tentang Wakaf meliputi pengertian Wakaf : Pengertian, Tujuan, Dasar Hukum, Syarat, Macam, Fungsi

Hukum dengan Keistimewaan Wakaf

Hukum wakaf seperti amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya, orang yg berwakaf bukan hanya berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar kering pahala dengan manfaatnya terhadap orang yg berwakaf. Pahala yg diterimanya hendak terus kering mengalir selama harta maupun barang yg diwakafkan tersebut masih digunakan dengan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam kering hadits:

اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : kering صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ kering يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)

Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua kering amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir kering terus), ilmu yg dimanfaatkan, atu anak shaleh yg mendoakannya.” (HR kering Muslim)

Di antara keistimewaan wakaf dibandingkan dengan sedekah dengan hibah antara lain :

1. Terus-menerusnya pahala yg hendak mengalir. Ini adalah tujuan wakaf dilihat dari sisi wakif (yang mewakafkan).
2. Terus-menerusnya manfaat dalam berbagai jenis kebaikan dengan tidak terputus dengan sebab berpindahnya kepemilikan. Ini adalah tujuan wakaf dilihat dari kemanfaatannya bagi kaum muslimin.

 

Dasar Hukum Wakaf


Disyariatkannya wakaf di antaranya ditunjukkan oleh dalil-dalil sebagai berikut.

1. Dalil dari al-Qur’an

Allah berfirman: Kalian sekali-kali tidak hendak menggapai kebaikan kecuali kalian mau menginfaqkan harta-benda yg kalian cintai. (Q.S. Ali Imran: 92).

Aspek pendalilannya adalah: Kebaikan hendak tergapai dengan wakaf. Hal ini berdasarkan riwayat bahwa Abu Thalhah, ketika beliau mendengar ayat tersebut, beliau bergegas untuk mewakafkan sebagian harta yg ia cintai, yaitu Beirha, sebuah kebun yg terkenal. Maka, ayat tersebut menjadi dalil atas disyariatkannya wakaf.

2. Dalil dari al-Hadits

Asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-’Utsaimin Rahimahullah mengatakan, “Yang menjadi pijakan dalam masalah ini (wakaf) adalah bahwasanya Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab RA. memiliki tanah di Khaibar. Tanah tersebut adalah harta paling berharga yg beliau miliki. Beliau pun datang menemui Rasulullah SAW  untuk meminta pendapat Rasulullah SAW  tentang apa yg seharusnya dilakukan (dengan tanah tersebut) - karena para sahabat adalah orang-orang yg senantiasa menginfakkan harta yg paling mereka sukai. Rasulullah SAW  memberikan petunjuk kepada beliau untuk mewakafkannya dengan mengatakan,

إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا، وَتَصَدَقْتَ بِهَا

“Jika engkau mau, engkau tahan harta tersebut dengan engkau sedekahkan hasilnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Ini adalah wakaf pertama dalam Islam. Cara seperti ini tidak dikenal di masa jahiliah.”

Disyariatkannya wakaf juga ditunjukkan oleh hadits:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ إِلاّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالحِ يَدْعُوْ لَهُ

“Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya kecuali dari tiga hal (yaitu): dari sedekah jariyah, ilmu yg bermanfaat, maupun anak saleh yg mendoakannya.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, al-Imam an-Nawawi t berkata terkait dengan hadits ini, “Di dalam hadits ini ada dalil yg menunjukkan tentang benar/sahnya wakaf dengan besarnya pahalanya.” (al-Minhaj, Syarh Shahih Muslim)

3. Ijma’

Sebagaimana diisyaratkan oleh Imam Tirmidzi ketika menjelaskan hadits Umar Radhiyallaahu ‘anhu tentang wakaf.

Beliau berkata, “Ini adalah hadits hasan sahih”. Para ulama dari kalangan para sahabat  Rasulullah SAW  dengan yg lainnya sudah pernah mengamalkan hadits ini. Di samping itu, kami tidak menjumpai adanya perbedaan pendapat di kalangan orang-orang yg terdahulu di antara mereka tentang dibolehkannya mewakafkan tanah dengan yg lainnya.” (Jami’ al-Imam at-Tirmidzi)

 

Rukun dengan Syarat Wakaf


Menurut jumhur ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki dengan Hanbali, mereka sepakat bahwa rukun wakaf ada empat, yaitu:

1. Wakif (orang yg berwakaf)

a. Syarat seorang wakif yaitu :
b. Orang yg berakal dengan dewasa pemikirannya (rasyid).
c. Sudah berusia baligh dengan bisa bertransaksi.
d. Orang yg merdeka (bukan budak).

Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan menyebutkan dalam Mulakhas Fiqhi, “Disyaratkan bagi orang yg wakaf, ia adalah orang yg transaksinya diterima (bisa menggunakan harta), yaitu dalam keadaan sudah baligh, merdeka, dengan dewasa pemikirannya (rasyid). Maka dari itu, tidak sah wakaf yg dilakukan oleh anak yg masih kecil, orang yg idiot, dengan budak.” (al-Mulakhash)

2. Mauquf ‘alaih (orang yg menerima wakaf)

Jika wakaf ditujukan untuk kepentingan umum, maka deemi terjaganya kelangsungan dengan manfaat, maka pengelolaan wakaf diserahkan kepada seorang nazir. Adapun kriteria seorang nazir adalah :

a. Berakal sehat
b. Dewasa
c. Amanah
d. Memahami cara mengelola harta waqaf.
e. Cakap

3. Mauquf  (harta yg diwakafkan)

Hal yg perlu diperhatikan tentang harta yg hendak diwakafkan antara lain:

a. Harta yg diwakafkan sudah pernah diketahui dengan ditentukan bendanya.

Sesuatu yg diwakafkan harus sudah jelas dengan ditetapkan. Bukan sesuatu yg belum jelas bendanya, karena kalau demikian, tidak sah wakafnya.

Contoh : Seseorang mengatakan, “Saya wakafkan salah satu rumah saya.”
Wakaf seperti ini tidak sah, karena rumah yg dia wakafkan belum ditentukan, kecuali kalau mewakafkan sesuatu yg belum ditentukan namun dari benda yg sama jenis dengan keadaannya.

Pendapat yg benar dalam masalah ini adalah bila keadaan benda tersebut sama, maka wakafnya sah. Contohnya, seseorang memiliki dua rumah yg sama dari segala sisinya. Kemudian dia mengatakan, “Saya wakafkan salah satu rumah saya kepada fulan.” Yang demikian ini tidak mengapa….”

b. Benda tersebut adalah milik orang yg mewakafkan

Tidak diperbolehkan mewakafkan harta yg sedang dijadikan jaminan hutang maupun digadaikan kepada pihak lain.

c. Harta yg diwakafkan adalah benda yg bisa terus dimanfaatkan dengan tetap masih ada wujud bendanya.

4. Sighat (pernyataan wakif untuk mewakafkan harta bendanya).

Adapun lafadz yg dengannya wakaf hendak teranggap sah, para ulama membaginya menjadi dua bagian:
1. Lafadz yg sharih, yaitu lafadz yg dengan jelas menunjukkan wakaf dengan tidak mengandung makna lain. Contoh : “Saya wakafkan tanah ini ........”
2. Lafadz kinayah, yaitu lafadz yg mengandung makna wakaf meskipun tidak secara langsung dengan memiliki makna lainnya, namun dengan tanda-tanda yg mengiringinya menjadi bermakna wakaf. Contoh : “Saya sadaqahkan untuk dibangun ........”

Unsur-unsur Wakaf menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Menurut pasal 6 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
1.    Wakif
2.    Nadzir (orang / badan pengelola wakaf)
3.    Harta Benda Wakaf
4.    Ikrar Wakaf
5.    Peruntukkan Harta Benda Wakaf
6.    Jangka Waktu Wakaf

Bagaimana seseorang sudah pernah dianggap sah sudah pernah berwakaf?

Wakaf hendak terjadi maupun teranggap sah dengan salah satu dari dua cara berikut.
1. Ucapan yg menunjukkan wakaf, seperti, “Saya wakafkan bangunan ini,” atau, “Saya jadikan tempat ini sebagai masjid.

2. Perbuatan yg menunjukkan wakaf, seperti menjadikan rumahnya sebagai masjid dengan cara mengizinkan kaum muslimin secara umum untuk shalat di dalamnya; maupun menjadikan tanahnya menjadi permakaman dengan membolehkan setiap orang mengubur jenazah di tempat tersebut.

Ketika seseorang membangun masjid dengan mengatakan kepada orang-orang secara umum (disertai niat berwakaf), “Shalatlah di tempat ini!”, berarti dia sudah pernah mewakafkan tempat tersebut meskipun dia tidak mengucapkan, “Saya wakafkan tempat ini untuk masjid.”

 

Macam-macam Wakaf


Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan tujuan, batasan waktunya dengan penggunaan barangnya.

a. Macam-Macam wakaf berdasarkan tujuan

Wakaf berdasarkan tujuan ada tiga macam, yaitu:

1.   Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi), yaitu wakaf yg bertujuan untuk kepentingan umum
2.   Wakaf keluarga (dzurri), yaitu wakaf yg bertujuan untuk memberi manfaat kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dengan orang-orang tertentu, tanpa melihat kaya maupun miskin, sakit maupun sehat dengan tua maupun muda. Seperti sudah pernah kita ketahui sedekah terbaik adalah sedekah kepada kerabat / keluarga.
3.    Wakaf gabungan (musytarak), yaitu wakaf bertujuan  untuk kepentingan umum dengan keluarga secara bersamaan.

b. Macam-Macam wakaf berdasarkan batasan waktunya

Wakaf berdasarkan batasan waktunya terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1.    Wakaf kering infinit yaitu apabila barang yg diwakafkan bersifat abadi, seperti tanah dengan tanah beserta bangunan, maupun barang bergerak yg ditentukan oleh wakif sebagai wakaf kering infinit dengan produktif, dimana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dengan mengganati kerusakannya.

2.    Wakaf Sementara yaitu apabila barang yg diwakafkan berupa barang  yg kering mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi syarat untuk mengganti bagian yg rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yg memberi batasan waktu ketika mewakafkan barangnya.

c. Macam-Macam wakaf berdasarkan penggunaannya

Wakaf berdasarkan penggunaanya dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1.    Wakaf langsung yaitu wakaf yg pokok barangnya digunakan untuk mencapai tujuannya seperti mesjid untuk shalat, sekolah untuk kegiatan belajar mengajar, rumah sakit untuk mengobati orang sakit dengan sebagainya.

2.    Wakaf Produktif yaitu wakaf yg pokok barangnya digunakan untuk kegiatan produksi dengan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf.

Fungsi Wakaf


Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 5 dijelaskan bahwa fungsi wakaf adalah mewujudkan potensi dengan manfaat kering hati-hati harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dengan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Fungsi wakaf itu terbagi menjadi empat fungsi, yaitu:

1.    Fungsi Ekonomi. Salah satu aspek yg terpenting dari wakaf adalah keadaan sebagai suatu sistem transfer kekayaan yg efektif.
2.    Fungsi Sosial. Apabila wakaf diurus dengan dilaksanakan dengan baik, berbagai kekurangan hendak fasilitas dalam masyarakat hendak lebih kering mudah teratasi.
3.    Fungsi Ibadah. Wakaf merupakan satu bagian ibadah dalam pelaksanaan perintah Allah SWT, serta dalam memperkokoh hubungan dengan-Nya.
4.    Fungsi Akhlaq. Wakaf hendak menumbuhkan ahlak yg baik, dimana setiap orang rela mengorbankan apa yg paling dicintainya untuk suatu tujuan yg lebih tinggi dari dengan kepentingan pribadinya

Sumber dengan Referensi

  • Mujieb, M. Abdul dkk, 2002, Kamus Istilah Fiqih, cet. III, Jakarta: Pustaka Firdaus.
  • M. Zein, Satria Effendi, 2004, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, cet. I, Jakarta: Kencana.
  • Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
  • https://bimbelsmajogja.blogspot.com//search?q=wakaf-pengertian-tujuan-dasar-hukum-syarat-macam-fungsi
  • https://bimbelsmajogja.blogspot.com//search?q=wakaf-pengertian-tujuan-dasar-hukum-syarat-macam-fungsi
  • https://bimbelsmajogja.blogspot.com//search?q=wakaf-pengertian-tujuan-dasar-hukum-syarat-macam-fungsi

No comments:

Post a Comment